berikut artikel-artikel populer di bawah ini:
http://www.investor.co.id/home/membaca-kinerja-saham/83952
http://www.investor.co.id/home/mengenal-derivatif-opsi/85118
http://www.4shared.com/download/UXzZDh5Uce/investor_daily_2014_04_22_kurs.jpg?lgfp=30/00
http://www.4shared.com/photo/ymnPsGg8ce/investor_daily_2014_05_06_kine.html
http://www.4shared.com/download/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.jpg?lgfp=3000
http://www.4shared.com/photo/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.html
dividen
44: privatisasi Freeport; 06 desember 2016 ID
43. asuransi
42 harga saham
41 saham dan ramadan; ID 07 juni 2016
40. Bisnis; 24 mei 2016
39. teknologi; 26 paril 2016, ID
38.pasar yang likuid, 18 april 2016
37. Portopolio, 05 april 2016
36. Risiko, 22 Maret 2016
35. CSR Perbukuan, 08 maret 2016
34. Bisnis, 23 Februari 2016
33. Kontingensi, Investor Daily
32. Privatisasi, 20 januari 2016
31 Optimisme; 29 desember 2015
30 Freeport; 08 Desember 2015 Investor Daily
29. Pergeseran Paradigma Bisnis; 25november 2015 Investor Daily
28 Personal Finance; 12 november 2015, Investor Daily
27. BPJS 21 oktober 2015 Investor Daily
26. Jebakan Utang
25. Kurban
24. Produktivitas
23 Relativitas dalam ekonomi
22. Reputasi dalam Industri keuangan
21 Leasing dan Keterbukaan Informasi
20. Hedging Lindung Nilai
19. Investasi & Tabungan....
18 Merger 24/03 2015
17 best practice 03/03/2015
16. Informasi vs Rumor; 17/02/2015
15
14
13
12
11
10.
9. Bursa Komoditi, Investor Daily 23 September 2014
8. Memahasi Suku Bunga, Investor Daily, 09 september 2014
7. mengoptimalkan penjaminan simpanan Investor daily 26 agustus 2014
pasar efisien ala fama, Investor daily 15 Juli 2014
menabur benih menuai dividen; Investor Daily 24 Juni 2014
simalakama utang Investor daily 05 juni 2014
mengenal derivatif opsi Investor daily 20 mei 2014
http://www.investor.co.id/home/mengenal-derivatif-opsi/85118
http://www.4shared.com/download/UXzZDh5Uce/investor_daily_2014_04_22_kurs.jpg?lgfp=30/00
http://www.4shared.com/photo/ymnPsGg8ce/investor_daily_2014_05_06_kine.html
http://www.4shared.com/download/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.jpg?lgfp=3000
http://www.4shared.com/photo/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.html
dividen
44: privatisasi Freeport; 06 desember 2016 ID
43. asuransi
42 harga saham
41 saham dan ramadan; ID 07 juni 2016
40. Bisnis; 24 mei 2016
39. teknologi; 26 paril 2016, ID
38.pasar yang likuid, 18 april 2016
37. Portopolio, 05 april 2016
36. Risiko, 22 Maret 2016
35. CSR Perbukuan, 08 maret 2016
34. Bisnis, 23 Februari 2016
33. Kontingensi, Investor Daily
32. Privatisasi, 20 januari 2016
31 Optimisme; 29 desember 2015
30 Freeport; 08 Desember 2015 Investor Daily
29. Pergeseran Paradigma Bisnis; 25november 2015 Investor Daily
28 Personal Finance; 12 november 2015, Investor Daily
27. BPJS 21 oktober 2015 Investor Daily
26. Jebakan Utang
25. Kurban
24. Produktivitas
23 Relativitas dalam ekonomi
22. Reputasi dalam Industri keuangan
21 Leasing dan Keterbukaan Informasi
20. Hedging Lindung Nilai
19. Investasi & Tabungan....
18 Merger 24/03 2015
17 best practice 03/03/2015
16. Informasi vs Rumor; 17/02/2015
15
14
13
12
11
10.
9. Bursa Komoditi, Investor Daily 23 September 2014
8. Memahasi Suku Bunga, Investor Daily, 09 september 2014
7. mengoptimalkan penjaminan simpanan Investor daily 26 agustus 2014
pasar efisien ala fama, Investor daily 15 Juli 2014
menabur benih menuai dividen; Investor Daily 24 Juni 2014
simalakama utang Investor daily 05 juni 2014
mengenal derivatif opsi Investor daily 20 mei 2014
membaca kinerja saham investor daily 06 mei 2014
kurs rupiah dan presiden baru Investor Daily 22/04/2014
1. Pemenang Nobel
Ekonomi: Eugene F Fama
2. Hak Pilih [opsi]
3. Sulap Keuangan
4. Investor
1 Pemenang Nobel Ekonomi: Eugene F Fama
Tahun 2013 ini
hadiah nobel untuk ilmu ekonomi jatuh pada financial
economist, salah satunya adalah Eugene F Fama [doktor pada tahun 1964]. Pengakuan terhadap kontribusi Fama ini tidak
mengejutkan, namun cukup terlambat, jika dibandingkan sekondannya yang menerima
terlebih dahulu, yakni Samuelson; Modigliani, Miller, Merton. Fama hidup bersama teori keuangan; ketika
teori ini mulai dikembangkan (1958) dan beliau jadi bagian dari teori keuangan
itu sendiri. Beliau hanya menulis 2 buku
namun menulis lebih dari 100 makalah ilmiah, kira-kira separo berkenaan konsep
teoritis, separonya lagi berkisar penelitian empiris. Penelitian dalam bidang empiris inilah yang
membedakan Fama dengan sekondannya tersebut.
Artikel ini membahas beberapa hal berkenaan dengan Fama
Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis pasar
efisien menunjukkan harga merefleksikan informasi. Seberapa besar informasi itu dapat ditampung
menunjukkan tingkatan efisiensinya. Pada
tahap yang lemah (weak form), jika harga
menunjukkan informasi masa lalu; bentuk sedang (semi strong) jika harga mereflesikan laporan keuangan, dan bentuk
kuat (strong form) jika harga
merefleksikan informasi yang bersifat private. Dalam pasar yang efisien, maka harga akan
bergerak acak (random walk). Mengapa harga bergerak acak, hal ini
disebabkan informasi bersifat tidak menentu.
Karena harga bergerak acak, maka tak seorang pun dapat menebaknya,
dengan kata lain tak seorang pun akan mendapatkan ‘abnormal return’. Fama meyakini pasar keuangan merupakan
pasar yang efisien.
Banyak kontra
diajukan terhadap hipotesis ini, dan kontra itu sendiri pernah ditanyakan
langsung pada beliau. Terhadap pihak
yang mungkin mendapatkan keuntungan (abnormal) Fama menjawab itu lebih sebagai ‘lucky’ dibandingkan ‘smart’.
Jika pasar efisien, maka peran manajer investasi menjadi
ter-reduksi?. Untuk hal ini tampaknya
benar karena Fama menyatakan banyak
bukti menunjukkan ‘active management’ tidak
lebih baik daripada ‘passive management’. Kapankah pasar akan tidak efisien atau surat
berharga mengalami ‘misprice’?. Fama
menjawab: when it’s closed, I guess!
Jawaban Fama
tersebut tentunya tidak jadi alasan manajer investasi menjadi skeptis. Pertanyaan terakhir menunjukkan adanya
kemungkinan pasar tidak efisien. Dalam
artian yang lebih luas, pasar dapat menjadi efisien tetapi melalui penyesuaian (adjustment), dan memerlukan waktu. Di sela waktu itulah manajer investasi dapat
mem’beat’ pasar.
CAPM dan Pasar Efisien
Bagi pelaku
pasar modal, maka model penilaian aset modal (Capital Asset Pricing Model) sangat dipahami. Model ini menunjukkan relasi imbalan-risiko
secara mudah. Penemu model ini [Markowitz,
Sharpe] telah mendapatkan ganjaran Nobel.
Model ini menunjukkan untuk pengukur imbalan, dipengaruhi oleh satu
faktor umum [dikenal sebagai faktor pasar]; dimana setiap aset memiliki
hubungan dengan faktor umum ini. Ukuran
hubungan inilah yang menunjukkan kadar risiko suatu aset. Ukuran ini dikenal sebagai beta (b). Semakin besar beta,
semakin kuat hubungannya; dengan demikian kadar risiko akan semakin
tinggi. Bagi pelaku pasar; beta menjadi ‘rule of thumb’ karena begitu mudah
penggunaannya. Jika diketahui beta suatu
saham lebih dari 1 (>1), berarti saham tersebut masuk katagori risiko
tinggi. Tentunya harapan imbalannya
menjadi tinggi juga.
Ketika ditanya
apa hubungan antara CAPM dan hipotesis pasar efisien, maka Fama menjawab: CAPM
berasumsi pasar adalah efisien. Setiap
cerita tentang penilaian aset, maka mesti berasumsi pasar adalah efisien. Fama, termasuk orang yang pertama mengajarkan
tentang portopolio Markowitz. Beliau
bertanya pada Merton [pemenang nobel] bagaimana mengajarkannya?. Merton menjawab: kita membayarmu untuk
mengajar; karena hanya kamulah yang tahu!
Beta telah mati
Walaupun awalnya
akur dengan CAPM, ternyata riset Fama selanjutnya menunjukkan ‘perceraian’ yang
nyata. Dalam satu artikel di Journal of Finance (1996), Fama dan
French (FF) menulis dengan judul provokatif yakni: The CAPM is Wanted, Dead, or Alive?. Artikel itu menyimpulkan bahwa beta telah mati, dimana dari berbagai riset
yang dilakukan menunjukkan tidak ada hubungan yang terpola antara imbalan dan
beta. Dengan demikian; tidak dapat
dikatakan suatu saham dengan beta tinggi, akan memberikan harapan imbalan yang
tinggi pula!. FF menyatakan CAPM telah
gagal, dan sebagai gantinya mungkin dapat diterangkan dengan teori lain, yakni
Model Faktor umum
Sebelumnya, pada tahun 1992, FF, menulis
tentang ketidakberlakuan beta sebagai pengukur risiko-dihubungkan dengan
imbalan. Artikel ini terpilih menjadi
artikel terbaik Journal of Finance. FF melakukan riset dengan membuat 100
kelompok /portopolio (10*10), yang dibagi berdasarkan ukuran (size) dan beta
emiten. Diharapkan dari kelompok
tersebut dapat diperoleh pola hubungan antara beta dan imbalan. Sayangnya
harapan itu tidak terjadi. Selanjutnya
pada tahun 1995, FF membuat berbagai portopolio, dengan basis nilai pasar
emiten. Hasil akhirnya menunjukkan nilai
pasar ini, mampu menjelaskan kinerja saham. Secara umum Fama menyimpulkan
banyak faktor [selain beta] yang memengaruhi imbalan
Sekali lagi Pasar Efisien
Jika pasar tidak
efisien, price discovery akan dalam masalah, maka Fama menjawab tegas bahwa
kita akan ada dalam masalah besar, jika pasar tidak efisien [ada]. Semua kapitalisme dibangun berdasarkan
efisiensi pasar. Harga merupakan signal
yang akurat untuk alokasi sumber daya.
Jika harga tidak lagi menjadi acuan, maka tidak ada lagi yang dapat
dikerjakan.
Apa yang
dinyatakan Fama tersebut, dapat menjadi pertimbangan bagi semua pihak: lihatlah
harganya. Jika terdapat beberapa harga,
maka mestilah ada harga sebenarnya. Dimana harga sebenarnya…..? harga yang
menunjukkan informasinya. Datanglah ke
pasar, dimana terdapat ‘demand-supply’
bukan pada papan pengumuman!. Jika kita
tidak percaya pada ‘demand-supply’
maka tidak ada lagi yang dapat dikerjakan.
Selamat kepada Opa Fama. Di Usia lewat 74 tahun, semoga sehat selalu….
2. Hak Pilih [opsi]
Tuan A mempertimbangkan membeli rumah Tuan B di daerah X, namun A masih ragu berkenaan dengan lingkungannya. Untuk hal ini, tuan A membayar uang muka (down payment, DP), misalkan sebesar Rp 5 juta, dengan tempo 3 bulan. Selama masa 3 bulan, B tidak diperkenankan menjual rumah ke orang lain. Jika lingkungan ternyata cocok, maka A akan membeli rumah tersebut. Sebaliknya jika lingkungan tidak cocok, maka A batal membeli. Uang mukanya hangus. Contoh diatas hal yang lazim ditemui sehari-hari. Ilustrasi contoh diatas dapat dipakai untuk memahami opsi.
#
Opsi merupakan salah satu produk derivatif. Pemegang opsi mendapatkan hak. Ada dua jenis opsi, yakni hak beli (opsi Call) dan hak jual (opsi Put). Karena merupakan hak, berarti hak tersebut dapat digunakan atau tidak digunakan. Pemegang opsi call berarti memiliki hak beli suatu aset (misal saham Z), pada harga dan waktu ke depan yang disepakati (T). Harga ini dikenal sebagai harga ekskusi (exercise price, X), misal X sebesar Rp1000. Jika pada waktu (T) harga saham Z sebesar Rp1300, maka pemegang opsi Call akan memakai haknya dan mendapatkan hasil sebesar Rp300; namun jika pada waktu (T) harga saham Z sebesar Rp800, maka pemegang opsi Call tidak memakai haknya, karena lebih baik membeli di pasar. Inilah yang dikenal sebagai pilihan.
Cerita yang sama diterapkan untuk opsi Put (hak jual). Pemegang opsi put, berarti memiliki hak jual suatu aset Z pada harga disepakati (X), misal Rp1000 pada waktu tertentu (T). Jika pada waktu T harga aset Z sebesar Rp1300, maka pemegang opsi put tidak memakai haknya. Jika harga aset Z sebesar Rp800, maka pemegang opsi put memakai hak, dan mendapatkan hasil sebesar Rp200.
Dari cerita tersebut, diketahui pemegang opsi Call akan mendapat manfaat jika situasi harga naik (bullish), sedangkan pemegang opsi Put akan mendapat manfaat jika situasi harga turun (bearish).
#
Beli langsung vs beli tidak langsung
Investor dapat membeli saham Z secara langsung melalui bursa saham. Kita sebut ini sebagai alternatif Langsung (L). Investor dapat membeli hak beli (opsi call) dan atau membeli hak jual (opsi put) saham Z melalui bursa opsi. Dalam hal ini, berarti investor dapat membeli secara tidak langsung (T). Perbedaan mendasar adalah, jika investor membeli saham, maka ia memiliki sahamnya, sedangkan jika membeli opsi, maka hanya memiliki hak, dan hak ini ada batas waktunya, dan menjadi ‘hangus’. Ini yang menunjukkan potensi risikonya.
Jika membeli saham seharga Rp1000, investor mengeluarkan uang sebesar harga saham tersebut. Jika membeli opsi Call, maka investor (misal) cukup membayar Rp100, sebagai uang muka (premi) untuk mendapatkan hak beli. Dengan uang yang sama, berarti dapat membeli 10 opsi call. Bagaimana perbandingan keduanya?. Coba kita asumsikan jika pada saat T harga saham Z, berubah menjadi 950; 1000; 1100, 1200.
Jika harga saham berubah 950, alternatif beli langsung (L) mengalami kerugian 5%, sedangkan alternatif opsi /Tidak beli langsung (T) mengalami kerugian 100%, yakni semua DP nya hangus. Jika harga saham tetap 1000, alternatif (L) impas, sedangkan alternatif (T) rugi sebesar 100%. Jika harga saham 1100, alternatif (T) mendapat laba sebesar 10%. Untuk alternatif (T) mendapatkan hasil 100/opsi, untuk 10 opsi, maka diperoleh hasil 1000. Karena biaya DP sebesar 1000, berarti labanya sebesar 0. Untuk harga saham 1200, alternatif (L) mendapat laba sebesar Rp20%. Untuk alternatif (T) mendapatkan 200/opsi, berarti 2000/10 opsi. Dengan biaya DP sebesar 1000, berarti diperoleh laba sebesar 1000 atau 100%. Keterangan ini dapat diringkas pada tabel 1. Dari tabel 1, diketahui cara pembelian tidak langsung memiliki fluktuasi laba yang lebih tinggi. Karenanya pembelian hak pilih (opsi) lebih berisiko.
Tabel 1: estimasi return investor
Laba Diperoleh
(%) Harga saham Z pada saat jatuh tempo (PT)
950 1000 1100 1200
Beli Saham -5% 0% 10% 20%
Beli Opsi Call -100% -100% 0% 100%
Manfaat membeli Hak Pilih
Jika membeli hak pilih (opsi) memiliki risiko, lalu apa manfaatnya?. Selain peluang laba sebagaimana dikemukakan contoh diatas, opsi dapat dipakai untuk lindung nilai. Opsi yang dipakai adalah opsi put (hak jual).
Misal Tuan A membeli saham Z tadi seharga Rp1000, dan Tuan A membeli opsi put (hak jual) dengan harga ekskusi sebesar Rp1000. Untuk opsi ini Tuan A misal membayar sebesar Rp100. Dengan demikian investasi total Tuan A sebesar Rp1100. Jika harga saham Z menjadi Rp1500; maka kekayaan Tuan A akan sebesar Rp1500; sementara opsi put nya tidak bernilai. Tapi coba jika kondisi yang terjadi pasar bearish, misal harga saham Z sebesar Rp700. Kekayaan Tuan A dari saham akan sebesar harganya yakni 700; namun dari opsi put Tuan A akan mendapatkan 300 (1000-700), sehingga total kekayaannya sebesar Rp1000. Bagaimana jika harga sahamnya Rp400?. Hasilnya akan sama persis; yakni dari saham mendapatkan Rp400; sedangkan dari opsi put akan mendapatkan Rp 600. Dengan demikian kekayaan Tuan A akan ‘terkunci’ minimal pada nilai Rp1000; untuk kondisi bearish. Sedangkan untuk kondisi bullish, Tuan A mendapatkan nilai sebesar harga sahamnya. Cara ini, persis seperti asuransi, untuk berjaga-jaga dalam kondisi buruk. Karenanya cara ini dikenal sebagai protective put.
Manfaat lainnya, secara umum sebagaimana contoh di atas, yakni untuk lindung nilai (hedging). Untuk eksportir, yang memiliki piutang (dalam valas) dapat membeli opsi put suatu kurs (misal Rp/$). Jika kurs rupiah menguat (Rp/$ menurun), maka opsi put tersebut akan bernilai. sebaliknya untuk importir yang mmeiliki utang (dalam valas) dapat membeli opsi call suatu kurs (misal Rp/$). Jika kurs rupiah melemah (Rp/$ meningkat), maka opsi call tersebut akan bernilai. perhatikan disini, untuk setiap opsi, merupakan komplemen terhadap piutang atau utangnya.
Pasar Keuangan Yang Fragile
Kita mengenal saham, dan terdapat bursa saham. Katakan saja saham Z, dengan harga saat ini sebesar Rp1000 . Dengan adanya bursa opsi, maka saham Z pun ikut diperhatikan oleh investor lainnya. Di bursa opsi, diperjual-belikan baik opsi call maupun opsi put dengan underlying asset saham Z, dengan berbagai harga ekskusi (strike price). Dalam sebuah textbook, dicontohkan untuk satu saham; terdapat 24 jenis opsi. Sebagian berharap harga saham Z naik; sebagian lainnya berharap harga saham Z turun. Sebagian bertujuan lindung nilai; sebagian bertujuan mencari peluang keuntungan. Karenanya naik/turunnya satu saham; ternyata bukan semata-mata kepentingan pemegang saham; namun lebih luas dari itu. Pun, begitu juga dampaknya, bukan semata-mata bagi pemegang saham. Karenanya pasar keuangan, sangatlah besar, namun juuga rentan; fragile (mudah pecah); menyebabkan banyak orang ketiban keuntungan, sebanyak yang berpeluang bermandikan air mata. Silahkan pilih dan gunakan hak pilih!
(3) Sulap Keuangan
Jika
memerhatikan sulap pastilah terpesona hingga
diketahui rahasianya. Semakin canggih/imposible
sulap, semakin ‘benar’ bohongnya. Jika
rahasianya sudah dibuka, kekaguman terhadap sulap akan beralih menjadi
kekaguman akan trik yang dipergunakan!.
Trik yang dibungkus inilah menjadi hiburan!. Namun, banyak juga trik ini
yang gagal dan berisiko besar.
Industri
keuangan tampaknya banyak ‘sulapnya’ juga
meskipun tidak boleh dikatakan bohong. Trik
yang dibungkus diharapkan bukan menjadi hiburan, tetapi pendapatan. Seperti sulap, jika gagal, maka risikonya pun
tidak kalah besar. Seperti apa
ceritanya?. Di bawah ini diberi ilustrasinya
Katakan,
A, ingin memiliki rumah, dan datang ke perbankan/lembaga keuangan (B) dan
memperoleh sebagaimana dikenal sebagai KPR (Kridit Pemilikan Rumah). Posisi
saat ini Perbankan (B) memiliki tagihan kepada A (debitur). Tagihan ini dijual pada lembaga keuangan
lainnya, biasanya lembaga ini dalam skala lebih besar, katakan lembaga (C). Lembaga C ini kemudian, menerbitkan surat
utang, dimana surat utang ini diperjual-belikan pada masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh (C) dikenal
sebagai Securitazion (diubah menjadi
surat berharga).
Siapakah
yang membeli surat utang yang diterbitkan (C)?.
Dapat terdiri dari lembaga keuangan lainnya (D) dan juga investor umum
(E). Darimana sumber pendanaan D?. D menerbitkan surat utang jangka pendek dan
dikenal sebagai Commercial Paper. Selain itu D juga menjual lagi surat utang
yang dimilikinya secara ritel (slice) kepada investor umum (E),
disebut sebagai tranches. Apa yang dilakukan
oleh D ini dikenal sebagai Collateralized Debt Obligations (CDO). Setiap slice
memiliki perbedaan tingkat senioritasnya (terhadap) klaim dari obligasi (CDO)
ini. Investor akan mengalami kerugian
jika fixed income ini tidak mampu
bayar. Pada posisi ini berarti E dapat
memiliki surat utang C dan atau surat utang D (CDO).
Investor
pemegang CDO (E) khawatir terhadap kemampuan bayar obligor (D). Untuk
itu E melakukan lindung nilai (hedging) berkenaan dengan CDO nya. Caranya E
membeli opsi put. Opsi put memberikan
hak jual bagi pemegangnya pada harga
disepakati (exercise price,X), misal
X=Rp1000. Opsi ini akan berguna jika
harga aktual (P) dibawah X; misal P sebesar Rp600; berarti pemegang opsi
mendapat manfaat Rp400 (1000-600). Untuk
hal ini E harus membayar premi, misal sebesar 1.5%. Kepada siapa E membelinya? Juga kepada lembaga keuangan (F). Apa yang dilakukan F dikenal sebagai Credit Default Swaps (CDS). Sekarang E merasa tenang, tidak khawatir
dengan kualitas surat utangnya. Saat ini
surat utang yang buruk pun (junk-bond),
akan terjamin pembayarannya, sehingga setara dengan kualiatas AAA. Semoga semua dapat tidur nyenyak!.
#
Bagaimana
jika A tidak dapat membayar kriditnya?.
C tidak mendapatkan uang. C tidak
mampu membayar kepada D dan E. D tidak
mampu membayar kepada E. E menagih
kepada F. F tidak menyangka akan
kejadian seperti ini, dan berbagai faktor lainnya. Singkatnya F tidak mampu membayar kepada E. apa yang terjadi?. tenggelam semua!. Bangkrut!.
Apakah ini sulap atau riil?.
Sebagai contoh, saat krisis keuangan (USA) 5 tahun silam, dua lembaga
keuangan (C); yakni Fannie Mae (FNMA)
dan Freddie Mac (FHLMC) menerbitkan surat utang sebesar $5.1 Trilyun; padahal
seluruh surat utang lainnya (kecuali kedua perusahaan ini) hanya berkisar $4T
dan utang negara (USA) hanya berkisar $7.1 T.
Sebuah lembaga keuangan (F) ternyata memiliki kewajiban CDS sebesar $400
Milyar; padahal total utangnya hanya $155 milyar. Lembaga keuangan (F) tersebut adalah
Lehmann-Brother. Ketiga lembaga tersebut
telah almarhum dan hampir membawa negaranya juga almarhum!
#
Sulap
dalam industri keuangan diatas dimulai dari C yang menerbitkan surat utang
kualitas rendah. Pelajaran dari peristiwa ini adalah perlunya kehati-hatian
dalam menerbitkan surat utang. Dalam
pasar keuangan, dimana institusi keuangan dapat ‘merekayasa’ surat/asset
berharga, maka diperlukan sikap kehati-hatian dari semua pihak. Pertama,
hendaknya regulator, memberikan batasan yang ketat berkenaan dengan prasyarat
yang ditetapkan. Kedua, perlu adanya telaah atau penerapan menejemen risiko
yang lebih ketat untuk setiap surat utang yang diterbitkan. Ketiga,
perlu adanya jaminan yang memadai dari setiap surat utang. Keempat,
untuk penerbitan derivatif (lindung nilai), maka perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan dari tindakan spekulatif.
Caranya adalah untuk setiap penerbit kontrak (writer) diharapkan memiliki asset yang sepadan dengan kontraknya
[4] Investor
Aya
dan Ayi mendapat hadiah uang Rp10.000 dengan 2 alternatif. Pertama; uang tersebut diberikan langsung;
kedua melalui lempar koin; dimana jika sisi garuda muncul akan diberi Rp20.000
namun jika sisi burung yang muncul maka tidak mendapatkan apapun. Aya memilih alternatif pertama; dan Ayi memilih
alterntif kedua
Ilustrasi
di atas banyak dijumpai dalam kehidupan. Alternatif satu dan dua memberikan nilai (harapan) setara yakni sebesar Rp10.000. Memilih alternatif diatas adalah permainan
yang fair (fair game). Aya memilih yang pasti, sementara Ayi berani
mengambil risiko tidak mendapatkan; dengan harapan mendapatkan yang lebih
besar. Ayi adalah tipe Investor.
Risk Averter
Aya
bertipe penghindar risiko (risk averter). Apakah Aya bersedia memilih alternatif kedua,
seperti Ayi?. Aya bersedia; dengan
syarat taruhan ditingkatkan lebih dari Rp20.000, misal Rp25.000. Nilai harapan Aya menjadi Rp12.500; lebih
tinggi Rp2.500 dibandingkan kondisi ‘aman’. Kelebihan ini dikenal sebagai premi
risiko (risk premium). Jadi seorang yang risk averter tetap bersedia
berinvestasi pada aset yang berisiko selama ada risk premium yang sesuai.
Konsep
teoritis investasi, dibangun dengan asumsi investor adalah risk averter. Karenanya setiap
aset yang berisiko harus memberikan premi risiko sesuai kadar risikonya. Makin tinggi risiko, makin tinggi premi
risiko. Jika konsep investasi dibangun
dengan asumsi investor adalah risk taker;
maka setiap pilihan asset dapat memberikan imbalan yang diharapkan (expected return) sama; padahal kadar
risikonya berbeda. Tentu hal ini menjadi
anomali. Pada prakteknya, kita tahu
harapan imbalan yang ditawarkan dari Surat Utang Negara (SUN); obligasi korporat;
saham serta derivatif akan berbeda; dimana perbedaan ini menunjukkan perbedaan
kadar risiko. Investor yang risk averter, dapat memilih alternatif
investasi tersebut; sedangkan investor yang risk taker sudah tentu memilih
investasi yang memberikan harapan imbalan yang lebih besar [dan konsekwensi
risiko]
Risiko
Risiko
adalah ketidakpastian, berupa peluang terjadinya kerugian. Makin tinggi peluang berarti makin
berisiko. Di sisi lain; peluang berhasil
kecil, dengan imbalan yang tinggi. Nilai
harapan [perkalian antara peluang dan nilai] biasanya tidak cukup besar. Ilustrasi yang ekstrim diberikan sebagai
berikut: ada orang yang tenggelam pada saluran air dengan rerata kedalaman 30
cm?. Mengapa bisa?, karena ada tempat
dengan kedalaman 300 cm, di tempat itulah dia tenggelam. Contoh populer untuk aset/investasi berisiko
adalah undian berhadiah. Sebaliknya, suatu aset yang kurang berisiko,
memberikan kadar kepastian yang tinggi, walaupun dengan ekspektasi nilai yang
rendah. Contoh yang umum adalah gaji
[pegawai] yang konstan; atau usaha dengan basis pelanggan tertentu. Pada prakteknya terdapat aset berisiko dan
aset kurang berisiko, dan di sisi lain terdapat manusia berkarakter risk averter dan risk taker. Hasilnya menjadi
kombinasi usaha, dimana kita lihat pada beragam jenis wirausaha.
Investor
Investor
adalah seorang yang berani berinvestasi pada aset berisiko [memiliki peluang
rugi], tanpa adanya premi risiko. Tentu
selain karakter manusianya, investor tersebut telah mengkalkulasikan segala
konsekwensi yang mungkin timbul.
Karenanya tidak tepat investor ini disebut sebagai spekulan. Investor
menangggung potensi rugi, dan berharap potensi untung. Dengan demikian Investor tergolong zero game untuk dirinya. Investor akan bermunculan dalam hal terjadinya
fluktuasi harga aset keuangan, investasi pada derivatif, investasi pada jangka
pendek [hit & run]. Di balik potensi untung yang mereka terima,
sebenarnya terselip potensi rugi.
Karenanya tidaklah bijak melarang atau mengecam keberadaan investor ini,
atau ‘menuduh’ sebagai kelompok yang membuat de-stabilisasi pasar. Selain itu, adanya investor membuat pasar
menjadi ‘dinamis’ dan ‘ramai [likuid] sehingga memungkinkan berbagai pihak
mendapatkan manfaat transaksi.
Jika
kekhawatiran pemerintah, investor merusak pasar, sesungguhnya menunjukkan
kelemahan. Sebagai institusi yang besar,
harusnya tidak dapat dikalahkan oleh investor. Investor tidak dapat dihimbau, karena wangi
imbalan (return) tercium dari jarak
yang jauh!. Investor akan berhenti
dengan sendirinya, jika mengalami rugi besar: setelah pasar menghasilkan ‘bau
bangkai’!. Mari pahami karakter risiko berinvestasi
kita, mari ramaikan pasar keuangan.
terima kasih Dr Said.....
BalasHapus