artikel populer






berikut artikel-artikel populer di bawah ini:


http://www.investor.co.id/home/membaca-kinerja-saham/83952

http://www.investor.co.id/home/mengenal-derivatif-opsi/85118

http://www.4shared.com/download/UXzZDh5Uce/investor_daily_2014_04_22_kurs.jpg?lgfp=30/00



http://www.4shared.com/photo/ymnPsGg8ce/investor_daily_2014_05_06_kine.html


http://www.4shared.com/download/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.jpg?lgfp=3000

 http://www.4shared.com/photo/j2GldjFiba/investor_daily_2014_05_20_opsi.html

dividen


 44: privatisasi Freeport;  06 desember 2016  ID



 43. asuransi



 42 harga saham



 41 saham dan ramadan; ID 07 juni 2016




40. Bisnis; 24 mei 2016



39.  teknologi; 26 paril 2016, ID



 38.pasar yang likuid, 18 april 2016




37. Portopolio, 05 april 2016


36. Risiko, 22 Maret 2016


35. CSR Perbukuan, 08 maret 2016



34. Bisnis, 23 Februari 2016




33. Kontingensi, Investor Daily




32. Privatisasi, 20 januari 2016



31 Optimisme; 29 desember 2015





30 Freeport; 08 Desember 2015 Investor Daily


 29. Pergeseran Paradigma Bisnis; 25november 2015 Investor Daily






 28 Personal Finance; 12 november 2015, Investor Daily
27. BPJS 21 oktober 2015 Investor Daily




 26. Jebakan Utang


25. Kurban 


24. Produktivitas


23 Relativitas dalam ekonomi





22. Reputasi dalam Industri keuangan



21 Leasing dan Keterbukaan Informasi




20. Hedging Lindung Nilai








19. Investasi & Tabungan....





18 Merger 24/03 2015




17 best practice 03/03/2015




16. Informasi vs Rumor; 17/02/2015





15



14



 13





12




11



10.




9. Bursa Komoditi, Investor Daily 23 September 2014





8. Memahasi Suku Bunga, Investor Daily, 09 september 2014











7. mengoptimalkan penjaminan simpanan Investor daily 26 agustus 2014






pasar efisien ala fama, Investor daily 15 Juli 2014





menabur benih menuai dividen; Investor Daily 24 Juni 2014




simalakama utang Investor daily 05 juni 2014




mengenal derivatif opsi Investor daily 20 mei 2014







membaca kinerja saham investor daily 06 mei 2014






kurs rupiah dan presiden baru Investor Daily 22/04/2014






1. Pemenang Nobel Ekonomi: Eugene F Fama
2. Hak Pilih [opsi] 
3. Sulap Keuangan
4. Investor 


1 Pemenang Nobel Ekonomi: Eugene F Fama





Tahun 2013 ini hadiah nobel untuk ilmu ekonomi jatuh pada financial economist, salah satunya adalah Eugene F Fama [doktor pada tahun 1964].  Pengakuan terhadap kontribusi Fama ini tidak mengejutkan, namun cukup terlambat, jika dibandingkan sekondannya yang menerima terlebih dahulu, yakni Samuelson; Modigliani, Miller, Merton.  Fama hidup bersama teori keuangan; ketika teori ini mulai dikembangkan (1958) dan beliau jadi bagian dari teori keuangan itu sendiri.  Beliau hanya menulis 2 buku namun menulis lebih dari 100 makalah ilmiah, kira-kira separo berkenaan konsep teoritis, separonya lagi berkisar penelitian empiris.  Penelitian dalam bidang empiris inilah yang membedakan Fama dengan sekondannya tersebut.  Artikel ini membahas beberapa hal berkenaan dengan Fama

Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis pasar efisien menunjukkan harga merefleksikan informasi.  Seberapa besar informasi itu dapat ditampung menunjukkan tingkatan efisiensinya.  Pada tahap yang lemah (weak form), jika harga menunjukkan informasi masa lalu; bentuk sedang (semi strong) jika harga mereflesikan laporan keuangan, dan bentuk kuat (strong form) jika harga merefleksikan informasi yang bersifat private.  Dalam pasar yang efisien, maka harga akan bergerak acak (random walk).  Mengapa harga bergerak acak, hal ini disebabkan informasi bersifat tidak menentu.  Karena harga bergerak acak, maka tak seorang pun dapat menebaknya, dengan kata lain tak seorang pun akan mendapatkan ‘abnormal return’.    Fama meyakini pasar keuangan merupakan pasar yang efisien.

Banyak kontra diajukan terhadap hipotesis ini, dan kontra itu sendiri pernah ditanyakan langsung pada beliau.  Terhadap pihak yang mungkin mendapatkan keuntungan (abnormal) Fama menjawab itu lebih sebagai ‘lucky’ dibandingkan ‘smart’.  Jika pasar efisien, maka peran manajer investasi menjadi ter-reduksi?.  Untuk hal ini tampaknya benar karena  Fama menyatakan banyak bukti menunjukkan ‘active management’ tidak lebih baik daripada ‘passive management’.  Kapankah pasar akan tidak efisien atau surat berharga mengalami ‘misprice’?.  Fama menjawab: when it’s closed, I guess!
Jawaban Fama tersebut tentunya tidak jadi alasan manajer investasi menjadi skeptis.  Pertanyaan terakhir menunjukkan adanya kemungkinan pasar tidak efisien.  Dalam artian yang lebih luas, pasar dapat menjadi efisien tetapi melalui penyesuaian (adjustment), dan memerlukan waktu.  Di sela waktu itulah manajer investasi dapat mem’beat’ pasar.

 CAPM dan Pasar Efisien
Bagi pelaku pasar modal, maka model penilaian aset modal (Capital Asset Pricing Model) sangat dipahami.  Model ini menunjukkan relasi imbalan-risiko secara mudah.  Penemu model ini [Markowitz, Sharpe] telah mendapatkan ganjaran Nobel.  Model ini menunjukkan untuk pengukur imbalan, dipengaruhi oleh satu faktor umum [dikenal sebagai faktor pasar]; dimana setiap aset memiliki hubungan dengan faktor umum ini.  Ukuran hubungan inilah yang menunjukkan kadar risiko suatu aset.  Ukuran ini dikenal sebagai beta (b). Semakin besar beta, semakin kuat hubungannya; dengan demikian kadar risiko akan semakin tinggi.  Bagi pelaku pasar; beta menjadi ‘rule of thumb’ karena begitu mudah penggunaannya.  Jika diketahui beta suatu saham lebih dari 1 (>1), berarti saham tersebut masuk katagori risiko tinggi.  Tentunya harapan imbalannya menjadi tinggi juga.
Ketika ditanya apa hubungan antara CAPM dan hipotesis pasar efisien, maka Fama menjawab: CAPM berasumsi pasar adalah efisien.  Setiap cerita tentang penilaian aset, maka mesti berasumsi pasar adalah efisien.  Fama, termasuk orang yang pertama mengajarkan tentang portopolio Markowitz.  Beliau bertanya pada Merton [pemenang nobel] bagaimana mengajarkannya?.  Merton menjawab: kita membayarmu untuk mengajar; karena hanya kamulah yang tahu!

Beta telah mati
Walaupun awalnya akur dengan CAPM, ternyata riset Fama selanjutnya menunjukkan ‘perceraian’ yang nyata.  Dalam satu artikel di Journal of Finance (1996), Fama dan French (FF) menulis dengan judul provokatif yakni: The CAPM is Wanted, Dead, or Alive?.  Artikel itu menyimpulkan bahwa  beta telah mati, dimana dari berbagai riset yang dilakukan menunjukkan tidak ada hubungan yang terpola antara imbalan dan beta.  Dengan demikian; tidak dapat dikatakan suatu saham dengan beta tinggi, akan memberikan harapan imbalan yang tinggi pula!.  FF menyatakan CAPM telah gagal, dan sebagai gantinya mungkin dapat diterangkan dengan teori lain, yakni Model Faktor umum
 Sebelumnya, pada tahun 1992, FF, menulis tentang ketidakberlakuan beta sebagai pengukur risiko-dihubungkan dengan imbalan.  Artikel ini terpilih menjadi artikel terbaik Journal of Finance.  FF melakukan riset dengan membuat 100 kelompok /portopolio (10*10), yang dibagi berdasarkan ukuran (size) dan beta emiten.  Diharapkan dari kelompok tersebut dapat diperoleh pola hubungan antara beta dan imbalan. Sayangnya harapan itu tidak terjadi.  Selanjutnya pada tahun 1995, FF membuat berbagai portopolio, dengan basis nilai pasar emiten.  Hasil akhirnya menunjukkan nilai pasar ini, mampu menjelaskan kinerja saham. Secara umum Fama menyimpulkan banyak faktor [selain beta] yang memengaruhi imbalan

Sekali lagi Pasar Efisien
Jika pasar tidak efisien,  price discovery akan dalam masalah, maka Fama menjawab tegas bahwa kita akan ada dalam masalah besar, jika pasar tidak efisien [ada].  Semua kapitalisme dibangun berdasarkan efisiensi pasar.  Harga merupakan signal yang akurat untuk alokasi sumber daya.  Jika harga tidak lagi menjadi acuan, maka tidak ada lagi yang dapat dikerjakan.
Apa yang dinyatakan Fama tersebut, dapat menjadi pertimbangan bagi semua pihak: lihatlah harganya.  Jika terdapat beberapa harga, maka mestilah  ada harga sebenarnya.  Dimana harga sebenarnya…..? harga yang menunjukkan informasinya.  Datanglah ke pasar, dimana terdapat ‘demand-supply’ bukan pada papan pengumuman!.  Jika kita tidak percaya pada ‘demand-supply’ maka tidak ada lagi yang dapat dikerjakan.  Selamat kepada Opa Fama. Di Usia lewat 74 tahun, semoga sehat selalu….






2. Hak Pilih [opsi]





Tuan A mempertimbangkan membeli rumah Tuan B di daerah X, namun A masih ragu berkenaan dengan lingkungannya. Untuk hal ini, tuan A membayar uang muka (down payment, DP), misalkan sebesar Rp 5 juta, dengan tempo 3 bulan. Selama masa 3 bulan, B tidak diperkenankan menjual rumah ke orang lain. Jika lingkungan ternyata cocok, maka A akan membeli rumah tersebut. Sebaliknya jika lingkungan tidak cocok, maka A batal membeli. Uang mukanya hangus. Contoh diatas hal yang lazim ditemui sehari-hari. Ilustrasi contoh diatas dapat dipakai untuk memahami opsi.


#
Opsi merupakan salah satu produk derivatif. Pemegang opsi mendapatkan hak. Ada dua jenis opsi, yakni hak beli (opsi Call) dan hak jual (opsi Put). Karena merupakan hak, berarti hak tersebut dapat digunakan atau tidak digunakan. Pemegang opsi call berarti memiliki hak beli suatu aset (misal saham Z), pada harga dan waktu ke depan yang disepakati (T). Harga ini dikenal sebagai harga ekskusi (exercise price, X), misal X sebesar Rp1000. Jika pada waktu (T) harga saham Z sebesar Rp1300, maka pemegang opsi Call akan memakai haknya dan mendapatkan hasil sebesar Rp300; namun jika pada waktu (T) harga saham Z sebesar Rp800, maka pemegang opsi Call tidak memakai haknya, karena lebih baik membeli di pasar. Inilah yang dikenal sebagai pilihan.


Cerita yang sama diterapkan untuk opsi Put (hak jual). Pemegang opsi put, berarti memiliki hak jual suatu aset Z pada harga disepakati (X), misal Rp1000 pada waktu tertentu (T). Jika pada waktu T harga aset Z sebesar Rp1300, maka pemegang opsi put tidak memakai haknya. Jika harga aset Z sebesar Rp800, maka pemegang opsi put memakai hak, dan mendapatkan hasil sebesar Rp200.
Dari cerita tersebut, diketahui pemegang opsi Call akan mendapat manfaat jika situasi harga naik (bullish), sedangkan pemegang opsi Put akan mendapat manfaat jika situasi harga turun (bearish).


#
Beli langsung vs beli tidak langsung


Investor dapat membeli saham Z secara langsung melalui bursa saham. Kita sebut ini sebagai alternatif Langsung (L). Investor dapat membeli hak beli (opsi call) dan atau membeli hak jual (opsi put) saham Z melalui bursa opsi. Dalam hal ini, berarti investor dapat membeli secara tidak langsung (T). Perbedaan mendasar adalah, jika investor membeli saham, maka ia memiliki sahamnya, sedangkan jika membeli opsi, maka hanya memiliki hak, dan hak ini ada batas waktunya, dan menjadi ‘hangus’. Ini yang menunjukkan potensi risikonya.

Jika membeli saham seharga Rp1000, investor mengeluarkan uang sebesar harga saham tersebut. Jika membeli opsi Call, maka investor (misal) cukup membayar Rp100, sebagai uang muka (premi) untuk mendapatkan hak beli. Dengan uang yang sama, berarti dapat membeli 10 opsi call. Bagaimana perbandingan keduanya?. Coba kita asumsikan jika pada saat T harga saham Z, berubah menjadi 950; 1000; 1100, 1200.
Jika harga saham berubah 950, alternatif beli langsung (L) mengalami kerugian 5%, sedangkan alternatif opsi /Tidak beli langsung (T) mengalami kerugian 100%, yakni semua DP nya hangus. Jika harga saham tetap 1000, alternatif (L) impas, sedangkan alternatif (T) rugi sebesar 100%. Jika harga saham 1100, alternatif (T) mendapat laba sebesar 10%. Untuk alternatif (T) mendapatkan hasil 100/opsi, untuk 10 opsi, maka diperoleh hasil 1000. Karena biaya DP sebesar 1000, berarti labanya sebesar 0. Untuk harga saham 1200, alternatif (L) mendapat laba sebesar Rp20%. Untuk alternatif (T) mendapatkan 200/opsi, berarti 2000/10 opsi. Dengan biaya DP sebesar 1000, berarti diperoleh laba sebesar 1000 atau 100%. Keterangan ini dapat diringkas pada tabel 1. Dari tabel 1, diketahui cara pembelian tidak langsung memiliki fluktuasi laba yang lebih tinggi. Karenanya pembelian hak pilih (opsi) lebih berisiko.




Tabel 1: estimasi return investor
Laba Diperoleh
(%) Harga saham Z pada saat jatuh tempo (PT)
950 1000 1100 1200
Beli Saham -5% 0% 10% 20%
Beli Opsi Call -100% -100% 0% 100%




Manfaat membeli Hak Pilih
Jika membeli hak pilih (opsi) memiliki risiko, lalu apa manfaatnya?. Selain peluang laba sebagaimana dikemukakan contoh diatas, opsi dapat dipakai untuk lindung nilai. Opsi yang dipakai adalah opsi put (hak jual).
Misal Tuan A membeli saham Z tadi seharga Rp1000, dan Tuan A membeli opsi put (hak jual) dengan harga ekskusi sebesar Rp1000. Untuk opsi ini Tuan A misal membayar sebesar Rp100. Dengan demikian investasi total Tuan A sebesar Rp1100. Jika harga saham Z menjadi Rp1500; maka kekayaan Tuan A akan sebesar Rp1500; sementara opsi put nya tidak bernilai. Tapi coba jika kondisi yang terjadi pasar bearish, misal harga saham Z sebesar Rp700. Kekayaan Tuan A dari saham akan sebesar harganya yakni 700; namun dari opsi put Tuan A akan mendapatkan 300 (1000-700), sehingga total kekayaannya sebesar Rp1000. Bagaimana jika harga sahamnya Rp400?. Hasilnya akan sama persis; yakni dari saham mendapatkan Rp400; sedangkan dari opsi put akan mendapatkan Rp 600. Dengan demikian kekayaan Tuan A akan ‘terkunci’ minimal pada nilai Rp1000; untuk kondisi bearish. Sedangkan untuk kondisi bullish, Tuan A mendapatkan nilai sebesar harga sahamnya. Cara ini, persis seperti asuransi, untuk berjaga-jaga dalam kondisi buruk. Karenanya cara ini dikenal sebagai protective put.
Manfaat lainnya, secara umum sebagaimana contoh di atas, yakni untuk lindung nilai (hedging). Untuk eksportir, yang memiliki piutang (dalam valas) dapat membeli opsi put suatu kurs (misal Rp/$). Jika kurs rupiah menguat (Rp/$ menurun), maka opsi put tersebut akan bernilai. sebaliknya untuk importir yang mmeiliki utang (dalam valas) dapat membeli opsi call suatu kurs (misal Rp/$). Jika kurs rupiah melemah (Rp/$ meningkat), maka opsi call tersebut akan bernilai. perhatikan disini, untuk setiap opsi, merupakan komplemen terhadap piutang atau utangnya.



Pasar Keuangan Yang Fragile


Kita mengenal saham, dan terdapat bursa saham. Katakan saja saham Z, dengan harga saat ini sebesar Rp1000 . Dengan adanya bursa opsi, maka saham Z pun ikut diperhatikan oleh investor lainnya. Di bursa opsi, diperjual-belikan baik opsi call maupun opsi put dengan underlying asset saham Z, dengan berbagai harga ekskusi (strike price). Dalam sebuah textbook, dicontohkan untuk satu saham; terdapat 24 jenis opsi. Sebagian berharap harga saham Z naik; sebagian lainnya berharap harga saham Z turun. Sebagian bertujuan lindung nilai; sebagian bertujuan mencari peluang keuntungan. Karenanya naik/turunnya satu saham; ternyata bukan semata-mata kepentingan pemegang saham; namun lebih luas dari itu. Pun, begitu juga dampaknya, bukan semata-mata bagi pemegang saham. Karenanya pasar keuangan, sangatlah besar, namun juuga rentan; fragile (mudah pecah); menyebabkan banyak orang ketiban keuntungan, sebanyak yang berpeluang bermandikan air mata. Silahkan pilih dan gunakan hak pilih!







 (3) Sulap Keuangan





Jika  memerhatikan sulap pastilah terpesona hingga diketahui rahasianya.  Semakin canggih/imposible sulap, semakin ‘benar’ bohongnya.  Jika rahasianya sudah dibuka, kekaguman terhadap sulap akan beralih menjadi kekaguman akan trik yang dipergunakan!.  Trik yang dibungkus inilah menjadi hiburan!. Namun, banyak juga trik ini yang gagal dan berisiko besar.
Industri keuangan  tampaknya banyak ‘sulapnya’ juga meskipun tidak boleh dikatakan bohong.  Trik yang dibungkus diharapkan bukan menjadi hiburan, tetapi pendapatan.  Seperti sulap, jika gagal, maka risikonya pun tidak kalah besar.  Seperti apa ceritanya?.  Di bawah ini  diberi ilustrasinya

Katakan, A, ingin memiliki rumah, dan datang ke perbankan/lembaga keuangan (B) dan memperoleh sebagaimana dikenal sebagai KPR (Kridit Pemilikan Rumah). Posisi saat ini Perbankan (B) memiliki tagihan kepada A (debitur).  Tagihan ini dijual pada lembaga keuangan lainnya, biasanya lembaga ini dalam skala lebih besar,  katakan lembaga (C).  Lembaga C ini kemudian, menerbitkan surat utang, dimana surat utang ini diperjual-belikan pada masyarakat.  Tindakan yang dilakukan oleh (C) dikenal sebagai Securitazion (diubah menjadi surat berharga). 
Siapakah yang membeli surat utang yang diterbitkan (C)?.  Dapat terdiri dari lembaga keuangan lainnya (D) dan juga investor umum (E).  Darimana sumber pendanaan D?.  D menerbitkan surat utang jangka pendek dan dikenal sebagai Commercial Paper.  Selain itu D juga menjual lagi surat utang yang dimilikinya  secara ritel (slice) kepada investor umum (E), disebut sebagai  tranches.  Apa yang dilakukan oleh D ini dikenal sebagai  Collateralized Debt Obligations (CDO).  Setiap slice memiliki perbedaan tingkat senioritasnya (terhadap) klaim dari obligasi (CDO) ini.  Investor akan mengalami kerugian jika fixed income ini tidak mampu bayar.  Pada posisi ini berarti E dapat memiliki surat utang C dan atau surat utang D (CDO).

Investor pemegang CDO (E) khawatir terhadap kemampuan bayar obligor (D).    Untuk itu E melakukan lindung nilai (hedging) berkenaan dengan CDO nya. Caranya E membeli opsi put.  Opsi put memberikan hak jual bagi pemegangnya pada  harga disepakati (exercise price,X), misal X=Rp1000.  Opsi ini akan berguna jika harga aktual (P) dibawah X; misal P sebesar Rp600; berarti pemegang opsi mendapat manfaat Rp400 (1000-600).  Untuk hal ini E harus membayar premi, misal sebesar 1.5%.  Kepada siapa E membelinya?  Juga kepada lembaga keuangan (F).  Apa yang dilakukan F dikenal sebagai Credit Default Swaps (CDS).  Sekarang E merasa tenang, tidak khawatir dengan kualitas surat utangnya.  Saat ini surat utang yang buruk pun (junk-bond), akan terjamin pembayarannya, sehingga setara dengan kualiatas AAA.  Semoga semua dapat tidur nyenyak!.
#
Bagaimana jika A tidak dapat membayar kriditnya?.  C tidak mendapatkan uang.  C tidak mampu membayar kepada D dan E.  D tidak mampu membayar kepada E.  E menagih kepada F.  F tidak menyangka akan kejadian seperti ini, dan berbagai faktor lainnya.  Singkatnya F tidak mampu membayar kepada E.  apa yang terjadi?.  tenggelam semua!.  Bangkrut!.  Apakah ini sulap atau riil?.  Sebagai contoh, saat krisis keuangan (USA) 5 tahun silam, dua lembaga keuangan (C); yakni  Fannie Mae (FNMA) dan Freddie Mac (FHLMC) menerbitkan surat utang sebesar $5.1 Trilyun; padahal seluruh surat utang lainnya (kecuali kedua perusahaan ini) hanya berkisar $4T dan utang negara (USA) hanya berkisar $7.1 T.  Sebuah lembaga keuangan (F) ternyata memiliki kewajiban CDS sebesar $400 Milyar; padahal total utangnya hanya $155 milyar.  Lembaga keuangan (F) tersebut adalah Lehmann-Brother.  Ketiga lembaga tersebut telah almarhum dan hampir membawa negaranya juga almarhum!
#
Sulap dalam industri keuangan diatas dimulai dari C yang menerbitkan surat utang kualitas rendah. Pelajaran dari peristiwa ini adalah perlunya kehati-hatian dalam menerbitkan surat utang.  Dalam pasar keuangan, dimana institusi keuangan dapat ‘merekayasa’ surat/asset berharga, maka diperlukan sikap kehati-hatian dari semua pihak.  Pertama, hendaknya regulator, memberikan batasan yang ketat berkenaan dengan prasyarat yang ditetapkan.  Kedua, perlu adanya telaah atau penerapan menejemen risiko yang lebih ketat untuk setiap surat utang yang diterbitkan.  Ketiga, perlu adanya jaminan yang memadai dari setiap surat utang.  Keempat, untuk penerbitan derivatif (lindung nilai), maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dari tindakan spekulatif.  Caranya adalah untuk setiap penerbit kontrak (writer) diharapkan memiliki asset yang sepadan dengan kontraknya


[4] Investor 



Aya dan Ayi mendapat hadiah uang Rp10.000 dengan 2 alternatif.  Pertama; uang tersebut diberikan langsung; kedua melalui lempar koin; dimana jika sisi garuda muncul akan diberi Rp20.000 namun jika sisi burung yang muncul maka tidak mendapatkan apapun.  Aya memilih alternatif pertama; dan Ayi memilih alterntif kedua
Ilustrasi di atas banyak dijumpai dalam kehidupan. Alternatif satu dan dua  memberikan nilai (harapan)  setara yakni sebesar Rp10.000.  Memilih alternatif diatas adalah permainan yang fair (fair game).  Aya memilih yang pasti, sementara Ayi berani mengambil risiko tidak mendapatkan; dengan harapan mendapatkan yang lebih besar.  Ayi adalah tipe Investor.

Risk Averter
Aya bertipe penghindar risiko (risk averter).  Apakah Aya bersedia memilih alternatif kedua, seperti Ayi?.  Aya bersedia; dengan syarat taruhan ditingkatkan lebih dari Rp20.000, misal Rp25.000.  Nilai harapan Aya menjadi Rp12.500; lebih tinggi Rp2.500 dibandingkan kondisi ‘aman’. Kelebihan ini dikenal sebagai premi risiko (risk premium).  Jadi seorang yang risk averter  tetap bersedia berinvestasi pada aset yang berisiko selama ada risk premium yang sesuai.
Konsep teoritis investasi, dibangun dengan asumsi investor adalah risk averter.  Karenanya setiap aset yang berisiko harus memberikan premi risiko sesuai kadar risikonya.  Makin tinggi risiko, makin tinggi premi risiko.  Jika konsep investasi dibangun dengan asumsi investor adalah risk taker; maka setiap pilihan asset dapat memberikan imbalan yang diharapkan (expected return) sama; padahal kadar risikonya berbeda.  Tentu hal ini menjadi anomali.  Pada prakteknya, kita tahu harapan imbalan yang ditawarkan dari Surat Utang Negara (SUN); obligasi korporat; saham serta derivatif akan berbeda; dimana perbedaan ini menunjukkan perbedaan kadar risiko.  Investor yang risk averter, dapat memilih alternatif investasi tersebut; sedangkan investor yang risk taker sudah tentu memilih investasi yang memberikan harapan imbalan yang lebih besar [dan konsekwensi risiko]

Risiko
Risiko adalah ketidakpastian, berupa peluang terjadinya kerugian.  Makin tinggi peluang berarti makin berisiko.  Di sisi lain; peluang berhasil kecil, dengan imbalan yang tinggi.  Nilai harapan [perkalian antara peluang dan nilai] biasanya tidak cukup besar.   Ilustrasi yang ekstrim diberikan sebagai berikut: ada orang yang tenggelam pada saluran air dengan rerata kedalaman 30 cm?.  Mengapa bisa?, karena ada tempat dengan kedalaman 300 cm, di tempat itulah dia tenggelam.   Contoh populer untuk aset/investasi berisiko  adalah undian berhadiah.  Sebaliknya, suatu aset yang kurang berisiko, memberikan kadar kepastian yang tinggi, walaupun dengan ekspektasi nilai yang rendah.  Contoh yang umum adalah gaji [pegawai] yang konstan; atau usaha dengan basis pelanggan tertentu.  Pada prakteknya terdapat aset berisiko dan aset kurang berisiko, dan di sisi lain terdapat manusia berkarakter risk averter dan risk taker.  Hasilnya menjadi kombinasi usaha, dimana kita lihat pada beragam jenis wirausaha. 

Investor
Investor adalah seorang yang berani berinvestasi pada aset berisiko [memiliki peluang rugi], tanpa adanya premi risiko.  Tentu selain karakter manusianya, investor tersebut telah mengkalkulasikan segala konsekwensi yang mungkin timbul.  Karenanya tidak tepat investor ini disebut sebagai spekulan.  Investor  menangggung potensi rugi, dan berharap potensi untung.  Dengan demikian Investor  tergolong zero game untuk dirinya.  Investor akan bermunculan dalam hal terjadinya fluktuasi harga aset keuangan, investasi pada derivatif, investasi pada jangka pendek [hit & run].  Di balik potensi untung yang mereka terima, sebenarnya terselip potensi rugi.  Karenanya tidaklah bijak melarang atau mengecam keberadaan investor ini, atau ‘menuduh’ sebagai kelompok yang membuat de-stabilisasi pasar.  Selain itu, adanya investor membuat pasar menjadi ‘dinamis’ dan ‘ramai [likuid] sehingga memungkinkan berbagai pihak mendapatkan manfaat transaksi.
Jika kekhawatiran pemerintah, investor merusak pasar, sesungguhnya menunjukkan kelemahan.  Sebagai institusi yang besar, harusnya tidak dapat dikalahkan oleh investor.    Investor tidak dapat dihimbau, karena wangi imbalan (return) tercium dari jarak yang jauh!.  Investor akan berhenti dengan sendirinya, jika mengalami rugi besar: setelah pasar menghasilkan ‘bau bangkai’!.  Mari pahami karakter risiko berinvestasi kita, mari ramaikan pasar keuangan.


1 komentar: