Makalah: Harga Pasar vs Harga Buku





Diterbitkan Pada Jurnal Akuntansi IBiI: Vol 4 No 2(Agustus 2007): 1-7


HARGA PASAR VS HARGA BUKU

Said Kelana Asnawi & Chandra Wijaya*



Abstract

There are two values that are simultaneously used in the financial market, they are market value and book value. Market value is relative and implicitly contains perception, this perception can be both of positive and negative impact that can cause the company to be exposed to business risk. Due to its subjective nature, perception varies in different valuation and can cause misjudgment.

Keywords: value, market value, book value, perception, valuation


Pendahuluan
Harga pasar merupakan salah satu terminologi utama dalam keuangan. Terminologi lainnya adalah harga buku. Untuk satu hal yang sama dapat saja berbeda harga buku dan harga pasarnya. Kedua harga merupakan komparasi yang baik. Fama French (1992, 1995) mempergunakan komparasi ini sebagai dasar untuk membentuk grup/portopolio analisis. Tulisan ini akan menunjukkan peranan harga pasar ini, dan tentu saja setelah dibandingkan dengan harga buku.
Harga pasar merupakan fenomena yang diamati secara terus menerus dalam pasar keuangan. Harga pasar dinilai lebih penting, lebih berfluktuasi, dan lebih dapat memberikan peluang laba atau rugi. Saham merupakan contoh utamanya, setelah itu obligasi. Namun, sebenarnya semua aktiva (asset) memiliki harga pasar dan harga bukunya.


Masa Lalu dan Masa Datang
Masa lalu dan masa datang adalah hari ini. Artinya kita akan mendapatkan informasi (saat ini) berdasarkan apa yang telah terjadi (ex post) atau apa yang kita harapkan (ex ante). Apa yang telah terjadi lazim dikenalkan sebagai harga buku, dan contoh informasi yang paling populer adalah laporan keuangan!.
Laporan keuangan disusun berdasarkan informasi/catatan kekayaan, penerimaan serta biayanya. Catatan menunjukkan dasar hukum bagi pembuatan laporan keuangan. Hal lainnya adalah kebijaksanaan (discretionary) dari agen (bahkan pemegang saham). Karena bersifat catatan dan telah terjadi (ex post), maka semestinya laporan keuangan bersifat baku. Tidak ada perbedaan persepsi disini. Namun disisi lain karena adanya peran agen (discretionary), maka dapat terjadi perbedaan intrepretasi. Contoh yang sederhana berkenaan dengan aktiva tetap. Nilai aktiva tetap merupakan nilai pembeliannya (historical cost), namun besarnya penyusutan tergantung metode yang dipilih. Pemilihan metode merupakan discretionary!. Selang beberapa waktu harga pasar aktiva tersebut dapat tidak sama dengan nilai bukunya!. Dan kebanyakan memang demikian!
Apa yang kita harapkan (ekspektasi) berdasarkan sejarah/kondisi saat ini (expost) dan ataupun dugaan informasi yang akan terjadi menjadi bahan baku bagi pembentukan harga pasar. Jadi harga pasar memuat persepsi (harapan) peristiwa. Namun persepsi dapat juga kosong, sebagai artifisial persepsi. Inilah sumber utama yang membedakannya!.


Harga Pasar = Harga Buku ± Persepsi


Persepsi
Inilah inti perbedaan dari harga pasar dan harga buku. Karena berupa persepsi/ harapan maka dapat saja ada bagian dari persepsi ini memuat sesuatu yang sukar dijelaskan. Akan diberikan berbagai ilustrasi, baik aktiva dalam laporan keuangan, asset/pasar keuangan, serta ilustrasi umum.
Jika suatu saham memiliki PER sekitar 100 dan besarnya rasio harga pasar dan harga buku lebih dari 16 itu berarti harga sama dengan 100 earning, karena PER merupakan ukuran relatif antara harga dan earning. Jika seorang investor membeli saham, berarti ia membayar harga dan mendapatkan harapan earning perusahaan. Dengan kondisi itu, secara sederhana maka ia memerlukan 100 tahun earning untuk pulang pokok. Realistikkah?. Namun demikianlah kejadiannya. Karena demikian besarnya harapan akan masa depan, maka bobot ketidakpastian (akan masa depan) justru diubah menjadi yakin/pasti. Karena yakin akan terjadi multiplier ‘kebaikan’ di masa depan maka orang berani membayar mahal harga pasarnya!. Ofek, Richardson (2003) menunjukkan di Amerika para investor yang pesimis dilarang meninggalkan pasar (dilarang short sale) sehingga pasar yang terjadi diisi oleh satu golongan yakni pihak optimis saja. Akibatnya dalam waktu 2 tahun return (kenaikan harga) saham-saham internet mencapai lebih dari 1000%!. Setelah itu kita dapat menebaknya bukan….?
Seorang vice president sebuah PT tbk, terheran-heran dengan fluktuasi harga saham perusahaannya !. Menurutnya direksi perusahaan tidak melakukan aktivitas signifikan apapun!. Mengapa dapat terjadi?. Jawaban, sekedar menduga, tentu saja ada yang mendorong-dorongnya. Sebuah persepsi? Persepsi artifisial?. Namun jika ingin mencoba memberikan argumentasi ilmiah mungkin dapat diikuti penjelasan Roll& French (1986). Roll & French (RF) menyatakan ada berbagai informasi yang berkeliaran yang bersifat privat, publik serta ‘noise’. Informasi privat sangat penting untuk segera direalisasikan dalam transaksi perdagangan, sehingga diharapkan dapat diperoleh gain. Berargumen pada RF, kami (Said & Chandra, 2007) menunjukkan sesi I lebih sibuk (lebih besar varian return) dibandingkan sesi II. Jenis informasi itu dimungkinkan bukan hanya ‘aktivitas’ atau kebijaksanaan direksi. Selain itu, jika pasar modal merupakan salah satu jenis asset/likuid bagi masyarakat (investor), maka investor dapat melakukan transaksi jual/beli, bukan karena faktor bisnis, melainkan karena memenuhi kebutuhan hidup!. Namun, isu memang tidak mudah untuk diabaikan!. Jika ya…, itu dapat diartikan ‘sampahlah’ yang membentuk harga pasar!

Persepsi, Kredit Macet, dan Kegagalan Usaha

Pada perusahaan yang terkenal, maka harga produk (dan juga sahamnya) akan tergolong mahal. Orang dengan cepat menyimpulkan hubungannya dengan brand name dari perusahaan. Banyak pihak yakin, diperlukan biaya yang besar untuk menciptakan ‘brand name’. Termasuk dalam golongan ini adalah industri jasa (services). Para pemasar sangat yakin dengan kekuatan ‘brand’ dan akuntan menyimpulkannya dalam satu phrase aktiva tidak berwujud (intangible assets)!. Aktiva ini dapat dilihat pada neraca (di bawah aktiva tetap). Aktiva ini juga mengalami penyusutan yang dikenal dalam istilah amortisasi.
Estimasi nilai pasarnya biasanya tinggi!. Jika kita mempergunakan rumusan diatas, maka nilai itu merupakan penjumlahan dari nilai buku dan persepsi. Karena bersifat intangible, kondisi fisiknya tidak ada, maka tak ada nilai bukunya. Dengan demikian nilainya sepenuhnya berasal dari persepsi!. Selama persepsi positip maka tak ada masalah. Bagaimana jika terjadi perubahan persepsi (negatif)?. Kita dapat menebak nilai pasar akan menukik tajam!. Perubahan teknologi, perubahan selera, dll dapat menyebabkan perubahan persepsi!. Sebagai contoh dalam pengiriman berita singkat, kita bisa melihat peralihan pager pada sms!. Industri pager telah berlalu!. Persoalan lainnya adalah dalam hal pendanaan industri ini!. Suatu bank mengalami masalah kridit macet karena debiturnya adalah industri jasa hiburan/penginapan . Ketika industri tersebut jatuh, nilai fisik (jaminan) dari industri ini tidaklah sebanding dengan pinjaman sehingga pengumpulan nilai kridit menjadi sangat rendah. Untuk itu perlu kehati-hatian lembaga pendanaan dalam mendanai industri ini!
Banyak ahli percaya sekarang eranya produk dengan basis (konten) sangat istimewa yakni pengetahuan (knowledge). Tenaga terampil dan ahli menjadi asset yang sangat berharga bagi perusahaan. Nilai pasarnya akan tinggi, merujuk pada persepsi yang positip. Sepenuhnya benar, namun suatu saat dapat saja menjadi bumerang. Bagaimana jika para ahli itu pergi?, bagaimana jika pengetahuan itu dapat direplikasi dan disempurnakan oleh pesaing serta hasil produknya diciptakan massal?. Terlepas dari sisi baik bagi konsumen, maka hal ini patut menjadi perhatian. Argumentasi ini tidak ditujukan untuk menumbuhkan pesimisme, sebaliknya untuk menumbuhkan ‘keunggulan berkelanjutan’ berbasis pengetahuan dan ketrampilan. Selalu ada peluang untuk selalu berada di depan!.

Persepsi, Keadilan dan Masalah Agensi
Saat ini olahraga telah menjadi industri jasa (entertainment). Faktor penghiburan merupakan magnet yang dijual. Loyalitas (fans) dibina secara sistematis!. Selain faktor menejemen yang profesional, maka orang kebanyakan mengetahui tumpuan dari semua hal itu adalah pemain. Pemain merupakan asset!. Oleh karena itu setiap pemain ada nilai buku dan nilai pasarnya. Para pengelola memiliki taksiran harga setiap pemain, dimana jual beli pemain, secara umum ditujukan untuk menciptakan keuntungan bagi klub sebagai entiti bisnis (bukan sebagai klub penghibur). Menjadi entiti bisnis yang untung akan mendorong klub menjadi penghibur, dan kelak menjadi sinergi antara untung dan menghibur!. Klub yang rugi secara finansial, secara gradual kehilangan daya hiburnya!.
Karena pemain merupakan asset, maka harga (transfer, gaji) pemain menjadi yang paling hangat dibicarakan . Namun sebenarnya banyak kasus yang menunjukkan adanya perbedaan harga buku dan harga pasar!. Sebagai contoh , C Makelele dibayar 1/3 dari D Beckham pada saat keduanya membela Real Madrid, walaupun ketrampilan (nilai buku) keduanya sangatlah setara. Makelele memilih pindah klub (Chelsea) karena tak ada penyesuaian dan Real Madrid kehilangan gelar selama 3 tahun. Salah satu alasan kepergian Beckham ke LA Galaxy, karena penolakan Real Madrid untuk membagi 50% dari nilai souvenir atas nama dirinya yang dijual Real Madrid. Sekalipun nilai bukunya mulai menurun, tetapi tidak persepsi konsumen padanya. Dan Bechkam meyakini itu. C Ronaldo pun dibayar 1/3 dari Rooney (MU), dan ketika ia mengisyaratkan pergi menejemen MU dengan cepat merespon. Hasilnya MU dapat menghentikan dominasi Chelsea.
Pada pekerjaan yang kita lakoni, mungkin kita menemukan dua orang dengan ketrampilan sama namun memiliki gaji berbeda. Perbedaan gaji ini, tentulah berdasarkan persepsi (tawar menawar?). Sekalipun gaji merupakan suatu yang ‘rahasia’ namun apa yang terjadi pada industri olahraga dapat menjadi pelajaran. Fama (1980) menyarankan perlu adanya ‘pasar manejer’ untuk mengurangi masalah agensi . Kerugian bagi perusahaan: ditinggal oleh pekerja dengan nilai buku tinggi, dan (atau) membayar pekerja untuk persepsi yang tinggi, dan (atau) terjadi ‘shadow inefficiency’!. Berhati-hatilah!

Persepsi dan Perusahaan Mengalami Rugi
Laba menunjukkan surplus aktivitas bisnis. Laba merupakan sinyal positip, namun adakalanya tidak demikian. Beberapa alasan yang seringkali diberikan adalah: surplus aktivitas bisnis ini tidak selalu identik dengan tersedianya kas!. Lebih buruk lagi, surplus aktivitas bisnis ini mungkin saja (dicurigai) sebagai ’artifisial’. Karena laba disusun berdasarkan laporan keuangan (nilai buku) maka sewajarnya harga pasar akan mencerminkan kondisi ini. Artinya investor akan bereaksi positip jika diumumkan peningkatan laba perusahaan. Namun investor lebih bereaksi positip jika dividen dibayarkan naik (Petit, 1972, Aharony & Swary, 1980). Aharony & Swary menyimpulkan kabar baik akan direspon baik, dan kabar buruk akan direspon lebih buruk lagi. Dividen tidak identik dengan laba, namun lebih identik dengan kas. Persepsi ada kas ada dividen, ada kas perusahaan lancar!
Bagaimana jika perusahaan mengalami kerugian?. Collin, Pincus & Xie (1999) mensarankan jangan melihat nilai pasarnya, tetapi pergunakan nilai bukunya!. Mengapa?. Sesuai dengan rumus diatas pada perusahaan rugi tentu saja persepsinya negatif, padahal persepsi negatif ini tidaklah harus selamanya.

Simpulan Dan Saran
Ada dua nilai yang berlaku secara bersamaan dalam pasar keuangan yakni nilai pasar dan nilai buku. Nilai pasar merupakan resultan dari nilai buku dan persepsi. Persepsi merupakan suatu phrase yang bersifat ‘intangible’. Persepsi dapat berdampak positip maupun negatif. Diperlukan kehati-hatian dalam menafsirkannya!

Daftar Pustaka

Aharony, J & I Swary (March, 1980): “Quarterly Dividend and Earnings Announcements”: Journal of Finance (JF) Vol 35 No 1: 1-12
Chandra Wijaya & Said Kelana Asnawi (Feb, 2007): “Pengaruh Informasi Pada Sesi Perdagangan Saham” Jurnal Ekonomi & Bisnis FE Unika Atmajaya: 13-19
Collin, DW; M Pincus & H Xie (Jan, 1999): “Equity Valuation and Negative Earnings: The Role of Book Value of Equity” Accounting Review (AR) Vol 74 No 1:29-61
Damodaran (2001): “The Dark Side of Valuation” Prentice Hall
Fama, EF (1980): “Agency Problems and the Theory of the Firm” Journal of Political Economy (JPE): 288-307
_______ & KR French (1992): “The Cross Section of Expected Stock Return” JF: 427-65
___________________ (March, 1995): “Size and Book-to-Market Factors in Earnings and Returns” JF VO L; No 1: 131-55
French, KR & R Roll (1986): “Stock Return Variances: The Arrival of Information and the Reaction of Traders” Journal of Financial Economics (JFE): 5-26
Ofek, Eli & M Richardson (June 2003): DotCom Mania: The Rise and Fall of Internet Stock Prices” JF: 1113-37
Pettit, RR (December 1972): “Dividend Announcement, Security Performance and Capital Market Efficiency” Journal of Finance (JF) 27: 993-1007





Tidak ada komentar:

Posting Komentar