Makalah: Agen dan Aset Keuangan : naskah





Diterbitkan di Jurnal Manajemen Universitas Tarumanegara (UNTAR), Vol 13, No 2 (2009) hal 198-202
http://journal.tarumanagara.ac.id/index.php/em/article/view/883


Agen dan Asset Keuangan
Said Kelana Asnawi & Chandra Wijaya


Abstract

Financial assets and agent are connected each other. Financial assets are created by assumed that agents are risk averse. This assumption engender risk premium. Financial assets promise a sequence benefit that can not be withdrawn in certain time. Financial assets have a characteristic as wealthier. Thy will be owned by agents for speculating and others. The transactions are zero sum game. When agents involve their personal interest, investment and financial decision will connected each other. Each financial asset has its own special equilibrium.

Kata kunci: Agen, asset keuangan, risk averse, speculator, hedger, separation equilibrium, zero sum game

1. pendahuluan
Pada paper kami terdahulu, telah dituliskan berkenaan dengan harga pasar versus harga buku. Paper tersebut berkenaan dengan peranan persepsi investor (agen) yang membentuk harga pasar. Disimpulkan harga bukanlah semata-mata hasil keseimbangan riil, melainkan juga karena persepsi yang dibentuk. Persepsi ini menjadi bagian yang sangat penting.
Paper ini masih berkenaan dengan agen, namun dari sudut pandang karakter risiko agen serta bagaimana asset-asset keuangan dibentuk, diperjualbelikan dan mempengaruhi perekonomian secara umum. Memahami hal ini diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada berbagai pihak, dan pada akhirnya mendorong kemajuan ekonomi. Kita tahu, transaksi keuangan jauh lebih besar dari transaksi barang (real goods).

Penghindar Risiko
Seluruh keputusan (produk) keuangan dilakukan (diciptakan) oleh agen. Setiap agen memiliki karakter risiko. Namun semua produk/keputusan keuangan didasarkan pada asumsi agen berkarakter penghindar risiko (risk averter) . Adanya asumsi ini akan membentuk harga produk menjadi rasional. Paper-paper tidak pernah mengisyaratkan karakter pencinta risiko (Risk lover)!. Kekeliruan pemahaman (selama ini) berkenaan dengan jargon ‘high risk high return’ seolah menunjukkan karakter pencinta risiko. Justru jargon ini lebih tepat untuk menunjukkan karakter penghindar risiko.
Marilah kita ikuti konsepnya. Agen yang berkarakter penghindar risiko dinyatakan sebagai meminta premi risiko (risk premium) untuk asset yang berisiko, atau menolak ‘game’ walaupun itu ‘fair game’ . Dalam keadaan seperti ini maka semua asset yang berisiko mestilah menawarkan ‘premium’, makin dianggap berisiko maka makin tinggi premiumnya. Premium yang tinggi ini menunjukkan ‘imbal jasa’ untuk karakter ‘penghindar risiko’!.
Jika teori dibangun dengan asumsi agen sebagai ‘pencinta risiko’ maka teori tidak menemukan rasionalitasnya!. Bagi agen pencinta risiko mungkin menjadi tidak berbeda (indifferent) pilihan antara bond, equity, dan derivative!. Padahal pada kenyataannya semua agen keuangan memahami ketiganya sangat berbeda!. Secara rasional maka ketiganya menjanjikan premium yang berbeda!.
Jika kita balik, berarti dengan asumsi penghindar risiko maka semua asset keuangan memiliki rasionalitasnya. Asset yang dijamin pemerintah, sudah pasti paling aman. Karena alasan ini maka asset yang dijamin pemerintah menjadi acuan awal. Selanjutnya tingkat kepastian pengembalian makin berkurang, yang berarti ada risiko kehilangan. Tingkat risiko inilah yang dikompensasikan melalui premium. Tak ada agen yang dapat menerima risiko kehilangan tanpa kompensasi premium. Itulah penghindar risiko!.

Pembahasan
Keputusan pendanaan-investasi, Masalah Agensi, serta Keseimbangan Terpisah
Jika membaca buku teks, kita akan mendapatkan perhitungan manfaat-biaya (benefit-costs). Perhitungan ini sebagai landasan untuk mengambil keputusan. Namun, secara umum, buku teks tidak mempertimbangkan pembuat keputusan. Pembuat keputusan ini dikenal sebagai agen, dan dapat memiliki kepentingan pribadi atas biaya perusahaan (atau pihak-pihak lain). Inilah yang dikenal sebagai masalah agensi (agency problem).
Jika tidak mempertimbangkan masalah agensi maka keputusan investasi/operasi (investing/operating decision) merupakan keputusan yang terpisah dari keputusan keuangan (financing decision) . Artinya keputusan investasi semata-mata diambil karena pertimbangan manfaat-biaya bagi perusahaan. Namun, jika agen telah dipertimbangkan, maka agen memiliki kepentingan individu terhadap keputusan ini. Untuk mendukung kepentingan investasi maka agen akan mengusahakan pembiayaannya (financing). Kedua keputusan menjadi terkait!. Dalam hal ini agen berusaha mengambil manfaat individu (perk).
Dari sudut pandang pemegang saham, jika tidak ada masalah agensi, maka keputusan investasi dan juga keputusan keuangan menjadi hak dan tanggungjawab agen. Semua dilakukan demi memaksimalkan nilai (pemegang saham). Namun, jika dikhawatirkan ada masalah agensi, maka pemegang saham akan memberikan arahan yang harus dilakukan!. Arahan ini bersifat mengikat!
Jika tidak ada masalah agensi, maka keputusan diambil berdasarkan asumsi ‘first best’. Asumsi ini akan menurunkan biaya, terutama biaya bayangan dan tentu saja selanjutnya menurunkan premium yang diminta. Jika hal ini terjadi maka asset-asset keuangan yang ikut dalam transaksi ini menjadi lebih rendah kadar risikonya. Kita akan menemukan banyak produk keuangan yang setara ‘risk-free premium’, dan ini tentu saja menjadikan sistem perekomian lebih baik
Jika ada masalah agensi, maka keputusan akan sangat mungkin diambil berdasarkan asumsi ‘second best’. Pilihan kedua menunjukkan adanya ketidakoptimalan, dan tentu saja ada biayanya, selanjutnya meningkatkan premium yang diminta. Asset keuangan menjadi lebih berisiko.
Pelaku usaha yang menanamkan usahanya pada bisnis yang lebih berisiko, akan sulit menemukan pendanaan yang tidak berisiko. Pendanaan yang lebih berisiko menuntut premium. Dalam hal ini akan terjadi koroborasi risiko. Sebaliknya pelaku usaha yang menanamkan usahanya pada bisnis yang lebih aman, maka akan menemukan pendanaan yang lebih aman pula, dan dalam hal ini akan terjadi sinergi. Kedua hal ini akan ditemui di pasar dan menjadikan keseimbangan yang terpisah (separation equilibirum).

Produk Keuangan: Janji dan Kredibilitas
Miller, dalam pidato pengukuhan sebagai pemenang nobel, sangat tegas menyatakan tidak ada: junk bond!. Semua bond menjanjikan pembayaran, sedangkan junk hanyalah kondisi dimana berharap janji akan ditepati namun perhitungannya kurang tepat!. Jika merujuk lebih umum, maka semua produk keuangan memberikan janji manfaat, namun pada saat ini (t0) seorang investor mestilah membayar. Kadar peluang janji terpenuhi inilah yang berbeda-beda antar berbagai asset keuangan. Karenanya bagi agen keuangan, meyakinkan pihak investor bahwa janji ini terpenuhi merupakan tugas utama. Pemenuhan janji ini menunjukkan kredibilitas. Kredibilitas merupakan kata kunci pada industri keuangan, yang terus diperkuat, bukan hanya bagi satu institusi, namun menyangkut seluruh sistem keuangan/ekonomi. Ketiadaan kredibilitas dipastikan akan menghambat perkembangan sistem keuangan dan pada akhirnya perekonomian.
Karna produk keuangan bersifat sekuen janji manfaat, maka manfaat itu secara umum tidak dapat diambil sekaligus ditahap awal. Pemaksaan pengambilan manfaat ini akan merusak satu institusi dan selanjutnya seluruh sistem keuangan. Hal ini karena untuk memenuhi janji tersebut, institusi keuangan menanamkan investasi pada asset lain, sehingga asset riilnya (on hand) menjadi tidak memadai. Misalkan perbankan maka jumlah kasnya tidaklah mencukupi untuk tagihan pihak ketiga secara keseluruhan . Jika perbankan mengalami ‘rush’ sudah pasti akan bangkrut!. Demikian pula pada industri reksadana!
Untuk alasan ini perlulah menjaga kepercayaan investor. Perlu meyakinkan berbagai pihak bahwa dana yang tersedia terkelola dengan baik. Dan ini soal kredibilitas! Upaya peningkatan kredibilitas ini menjadi kewajiban bagi banyak pihak yang terkait!. Namun kredibilitas suatu insitusi keuangan dapat dihancurkan melalui suatu issue, yang tentu saja jika issue ini mendorong rush!. Tindakan seperti ini mestinya dapat digolongkan sebagai subversi, setidaknya pelanggaran sangat berat!.
Menilik hal ini maka dapat disimpulkan negara-negara dengan sistem keuangan yang tangguh, adalah sistem keuangan yang dimiliki berkredibilitas tinggi. Dan hal itu berkorelasi dengan kredibilitas negaranya!

Merton (2005) menyatakan tidak ada yang perlu dirisaukan berkenaan dengan bisnis, karena asset keuangan akan sangat membantu. Risiko hanyalah berkenaan dengan aktivitas untuk memperoleh NPV positip, sedangkan risiko yang lainnya dapat di’lindung nilai’ melalui pasar keuangan. Adanya swap akan meningkatkan peluang mendapatkan nilai tambah (value added) secara signifikan. Adanya derivative juga akan sangat bermanfaat bagi perusahaan, terutama pada perusahaan yang tidak memiliki akses ke pasar modal. Dengan jumlah ekuitas yang sama, Merton berkeyakinan akan dapat membiayai lebih banyak, namun tidak menambah risiko, melainkan mengubah ‘risk nature’ saja. Namun hemat kami, hal tersebut dapat dilakukan sepanjang motivasinya untuk produksi (lihat bagian 6)

motif spekulasi dan motif lindung nilai
Pada bagian (3) dinyatakan terjadi keseimbangan terpisah (separation equilibrium) antara produk-produk keuangan yang berisiko rendah dan produk keuangan yang berisiko tinggi. Keseimbangan ini mengikuti karakter risiko dari agen agen yang terlibat. Pada bagian (5) Merton menyatakan manfaat yang besar dari asset-asset keuangan. Kami ingin menegaskan bahwa satu asset keuangan yang sama akan dimiliki oleh berbagai investor dengan karakteristik yang berbeda. Dalam hal ini agen yang tidak memiliki kepentingan (speculator) serta agen yang memanfaatkan untuk lindung nilai (hedger).
Dinyatakan sebagai spekulator jika investor tidak memiliki asset yang berkenaan dengan asset keuangan yang dibelinya. Investor yang membeli/menjual derivative namun tidak memiliki asset dasarnya (underline asset) adalah speculator. Hal ini karena didorong untuk mendapatkan premium yang tinggi sebagai kompensasi risiko yang mungkin diperolehnya. Namun jika investor memiliki ‘underline asset’ maka premium yang tinggi dari derivative di’offset’ hingga menjadi jumlah tertentu saja!. Cara ini sering dirujuk sebagai ‘asuransi’ dan pelakunya disebut sebagai hedger. Namun dapat saja investor yang memiliki underline asset membeli derivative untuk tujuan premium yang tinggi. Dalam hal ini investor tersebut bertindak sebagai lebih speculator.
Di pasar keuangan, kedua tipe investor ini terjadi pada saat serta asset yang sama. Dengan demikian tidaklah bijaksana melarang atau mengutuk salah satu tipenya . Setiap tipe investor memiliki kadar risiko serta harapan premium. Karenanya setiap investor sudah memiliki konsekwensi logis!. Konsekwensi inilah yang seharusnya ditegaskan, bukan dilarang!.
Dalam aktivitas pasar keuangan maka permainan yang terjadi bersifat ‘zero sum game’. Artinya jika ada pihak yang mendapat manfaat, maka pihak lain akan mengalami biaya dengan jumlah yang sama. Karenanya kekhawatiran speculator merusak pasar tidak beralasan karena tidak menunjukkan ‘zero sum game’. Speculator mungkin mendapatkan premium yang sangat besar, atas beban/biaya pihak lain. Jika ini yang dikhawatirkan, maka menjadi kewajiban semua pihak untuk mewaspadai transaksi keuangan yakni selalu mendasarkan transaksi berdasarkan informasi yang rasional. Jika semua pihak melakukan transaksi dengan rasional maka segala konsekwensinya adalah rasional!. Dan suatu yang rasional akan mendukung kredibilitas!.
Jika berbagai pihak meyakini kekuatan besar dari para spekulator sesungguhnya hal ini menjadi tidaklah rasional!. Besarnya daya yang dapat dilakukan oleh spekulator adalah sebanding dengan sisanya!. Bahkan jika semua investor menjadi spekulator, maka keseimbangan akan terjadi diantara investor spekulator itu sendiri!.
Namun tentu saja jika pasar dikuasai oleh motif spekulasi, maka fluktuasi pasar akan sangat tinggi. Karena pasar keuangan akan berintegrasi dengan pasar riil, tentu saja hal ini akan menyebabkan fluktuasi tinggi di sektor riil. Hal ini pastilah tidak baik. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menjaga stabilitas pasar keuangan. Stabilitas ini dapat dibangun melalui kredibilitas. Kredibilitas merujuk pada suatu yang rasional. Suatu yang rasional merujuk pada: (i) berlakunya yang benar itu benar, yang salah itu salah; serta (ii) transaksi berdasarkan informasi!. Dalam pasar keuangan asumsi (i) sangat penting. Jika asumsi ini diabaikan maka jangankan mencapai kredibilitas, bermimpipun tidak akan sampai!. Namun asumsi (i) akan sempurna jika asumsi (ii) berlaku. Jika keduanya berlaku, maka kita tidak perlu mengenal istilah spekulator, sebagai gantinya: investor yang menginginkan premium yang lebih tinggi!.

Penutup
Paper ini merujuk pada agen dan produk keuangan. Agen pada produk-produk keuangan diasumsikan bersifat penghindar risiko. Adanya premium menunjukkan karakter ini. Produk keuangan diciptakan dengan asumsi agen sebagai penghindar risiko. Adanya perbedaan karakter risiko, menyebabkan perbedaan investasi, dan selanjutnya perbedaan premi risiko. Di pasar dapat terjadi keseimbangan terpisah. Untuk produk yang sama dapat dimiliki untuk berbagai karakter agen. Jika hal ini terjadi tidak perlu dirisaukan!.
Daftar Pustaka
Asnawi, Said Kelana & Chandra Wijaya (2005): “Riset Keuangan: Pengujian-Pengujian Empiris” PT Gramedia Pustaka Utama

_________________ (Agus 2007): “Harga Pasar vs Harga Buku” Jurnal Akuntansi IBiI, Vol IV, No 2

Bodie, Z; A Kane & A Marcus (2005): “Investment” Irwin

Huang, Chi-fu & RH Litzenberger (1998): “Foundations for Financial Economics” North Holland

Machina, MJ (Summer 1987): “Choice Under Uncertainty: Problem Solved and Unsolved” Economics Perspectives, 121-54

Merton, RC (Nov 2005): “You Have More Capital than You Think” Harvard Businees Review (HBR): 85-94

Miller, MH ( June 1991): “ Leverage” Journal of Finance (JF): 479-88

Myers, Stewart C (July 1994): “The Capital Structure Puzzle” JF: 575-92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar